KOMPAS.com – Populasi satwa di pulau kecil sering kali dianggap rapuh dan sulit bertahan hidup. Akibatnya, perlindungan keanekaragaman hayati di daratan pulau-pulau kecil kerap diabaikan pemerintah.

Pulau-pulau kecil pun terus dieksploitasi (seperti yang terjadi di Raja Ampat). Bahkan, pulau kecil banyak yang dijual secara terbuka di situs Private Island.

Padahal, penelitian terbaru kami dalam jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences menemukan bahwa populasi hewan di pulau kecil justru sebenarnya memiliki kualitas tinggi.

Kami melakukan studi genetik terhadap dua satwa khas Sulawesi, yakni anoa (kerabat kerbau kerdil) dan babirusa (babi liar bertaring).

Hasilnya, meskipun jumlahnya kecil dan keragaman genetiknya rendah, populasi babirusa dan anoa di pulau-pulau kecil ternyata lebih tangguh dibandingkan populasi di pulau besar. Ketangguhan ini membuat peluang kelangsungan hidup mereka lebih panjang

Dengan demikian, pulau-pulau kecil bisa menjadi tempat perlindungan alami bagi hewan langka (refugia), sehingga harus menjadi prioritas perlindungan.

Populasi kecil, tapi tahan banting

Asumsi umum menganggap satwa besar di pulau kecil mudah punah lantaran jumlah satwanya sedikit, rawan perkawinan sedarah (inbreeding), dan ruang geraknya terbatas. Kondisi ini dianggap bisa mempercepat hilangnya keragaman genetik.